CERPEN
“IT’S DIE DREAM, NOT DAY DREAM”
Ada satu hal
yang paling aku takutkan setiap harinya. Hal yang sebisa mungkin selalu aku hindari,
meskipun tubuh ini tidak sanggup lagi menahan untuk tidak melakukannya. Yang
dibutuhkan orang lain setiap hari malah justru jadi yang paling aku hindari
setiap hari. Yang menjadi ketenangan orang lain setiap hari justru malah jadi
keburukan bagiku setiap harinya.
Dan hal
tersebut adalah; tertidur.
Sebenarnya
bukan lelap dalam tidur lah yang aku takuti, tapi bunga tidur yang menghinggapi
otakku lah yang paling aku takuti. Aku selalu memiliki mimpi yang entah kenapa
keesokan harinya bisa menjadi nyata.
Aku seperti
diberi kekuatan lebih melalui mimpiku. Kekuatan yang tidak dimiliki orang lain.
Aku bisa mengetahui masa depan. Bahkan kematian seseorang! Dan itu semua
terjadi hanya lewat sebuah mimpi. Meskipun banyak orang yang bilang kalau mimpi
itu cuma bunga tidur, lalu bagaimana dengan mimpi – mimpiku? Apa mereka masih
pantas disebut bunga tidur kalau keesokan harinya mereka berubah menjadi kenyataan?
Pertama kali aku
menyadari kelebihan yang ada pada diriku ini adalah ketika suatu malam aku
memimpikan adik bayiku yang masih enam bulan berada di kandungan ibuku.
Bagaimana mungkin aku bisa memimpikan seseorang yang bahkan belum terlahir ke
dunia? Mustahil, bukan?
Awalnya aku
juga menyangkalnya, berdalih bahwa mimpiku itu hanyalah sebuah mimpi. But actually, it’s just not about a dream. Because
tomorrow, believe or not.… it’s will be come true! Nyata nya, mimpi ku
malam itu benar terjadi. Esok hari nya, ibuku jatuh dari tangga dan mengalami
keguguran.
Aku sangat
ingat apa yang adikku katakan dalam mimpiku. Dalam mimpiku itu, ia sudah berusia
sekitar 3 tahun. Ia perempuan, cantik seperti diriku. Senyum yang ia miliki
juga sangat mirip seperti milikku. Dan sambil tersenyum ia berkata, “kakak… aku
tidak suka dunia. Aku tidak ingin melihatnya. Tolong katakan pada ibu, suatu
saat nanti kita bertiga akan bertemu di suatu tempat yang indah. Lebih indah dari
bumi.”
Lalu setelah
malam itu, tidur ku di malam – malam berikutnya menjadi sangat menyeramkan. Aku
terus menerus dihantui oleh mimpi – mimpi yang menjadi sebuah pertanda tentang
kematian seseorang. Entah seseorang itu adalah orang yang aku kenal atau bukan.
Lalu secara tidak sengaja, esok harinya aku selalu diperlihatkan atau
diperdengarkan dengan berita kematian dari orang – orang yang malam sebelumnya
hadir di mimpiku.
Ingin sekali
rasanya aku mengatakan kepada orang - orang yang hadir di mimpiku itu kalau
esok mereka akan mati. Tapi aku selalu gagal! Malaikat sudah terlebih dahulu
mencabut nyawa mereka sebelum aku bisa mencegahnya.
Meskipun
sebenarnya, aku tak dapat merubah apapun. Kematian itu tetap akan terjadi.
Tidak ada yang
tahu tentang keanehan diriku ini selain ibuku. Beliau adalah satu – satunya
orang yang percaya dengan kelebihanku ini. Dan beliau juga yang selalu menjadi
penenang ketika aku dilanda kepanikan setelah mendapatkan sebuah mimpi. Tapi
semenjak beliau pergi, aku semakin tidak dapat menguasai diriku. aku membenci
diriku, karna aku tidak bisa menghalangi kematiannya. Padahal, malam sebelumnya
aku memimpikan hal tersebut.
“Ibu, aku
benci memiliki kekuatan ini! Bagaimana cara menghapusnya?!” adu ku saat itu
sambil menangis direngkuhannya.
“Kamu telah
diberi kekuatan lebih olehNya, terimalah itu. Jangan khawatirkan ibu, karna
semua orang juga pasti akan mati, tak akan ada yang bisa menyangkalnya. Begitu
pula dengan dirimu.”
Lalu berhari –
hari kemudian aku mencoba menahan mataku untuk tidak terpejam. Kematian ibuku
masih terus membayangiku. Aku tak ingin lagi tertidur apalagi bermimpi. Karna
aku masih belum siap untuk melihat kematian orang lain lagi! Sudah cukup mimpi
tentang kematian ibuku menjadi mimpi yang terakhir untukku.
Dan akhirnya,
aku dapat bertahan selama dua hari. Belasan sachet
kopi lah yang membantuku. Aku berhasil tidak tertidur dan tidak bermimpi.
Hidupku terasa tenang, tanpa merasa ketakutan. Tapi itu semua hanya bertahan
selama dua hari. Karna setelahnya, aku tidak dapat lagi menahan kebutuhan tidur
tubuhku. Dan itu otomatis membuat aku kembali bermimpi (lagi).
Hingga sampai
detik ini pun, aku juga masih memiliki kemampuan itu. Perlahan demi perlahan,
aku pun sudah
mulai terbiasa. Terbiasa melihat kematian seseorang, lewat mimpiku. Mimpi
tentang kematian itu kini seakan telah menjadi bagian dari hidupku. Tiada hari
tanpa mimpi.
Seperti pagi
ini, aku hanya bisa duduk memeluk lutut sambil terus berdoa dalam hati. Aku
sedang menunggu untuk dipertemukan dengan adik dan ibuku.
Karena semalam…,
di dalam mimpiku, aku menyaksikan kematianku sendiri.
***